Selasa, 22 April 2014




UPACARA ADAT KEMATIAN SUKU DAYAK



Kematian adalah akhir dari kehidupan, ketidak adaan nyawa dalam raga. Semua makhluk di dunia ini pasti akan mengalami kematian. Itu karena kehidupan pasti berakhir pada kematian. Beberapa orang beranggap bahwa kematian adalah hal yang menyenangkan dan ada juga yang beranggapan itu adalah hal yang paling mengerikan. Walau sekeras apapun usaha mereka untuk menjauh dari kematian, takdir kematian itu sudah mutlak semenjak kita lahir.

Setelah kematian seseorang, keluarga atau kepercayaan mereka.. Ada yang berpesta dan suka cita, seperti masyarakat Batak, yang menganggap bahwa orang yang meninggal akan menerikma perlakuan khusus sesuai statusnya pada saat hidup. 

Disini kita akan mencoba membahas tentang upacara adat kematian Suku Dayak, yang dikenal sebagai suku yang sangat kental akan budaya leluhur dan tidak berpengaruh pada kehiduan luar suku, yang menyebabkan budaya asli suku dayak masih lestari sampai sekarang.

Masyarakat Dayak mempunyai tindakan awal yang dilakukan pada kematian seseorang :
  1. Sebelum dianggap benar-benar meninggal, keluarga yang bersangkutan akan memukul gong cepat-cepat sebagai tanda ada orang sakit parah. Untuk memberi informasi kepada orang-orang yang belum mengetahuinya.
  2. Setelah dianggap meninggal dunia, mereka akan memukul tambur dup-dup sebagai tanda bahwa orang itu telah mati..
  3. Memukul sejumlah gong dengan irama bergantian. Dengan tujuan untuk memberitahukan para keluarga warga desa yang jauh.
  4. Mayat ditutup sementara dengan kain lalu dipagari dengan kelambu mayat berwarna-warni dan ditambal kain berwarna-warni. Biasanya warna merah/hitam yang paling dominan. Lalu, keluarga menyiapkan air pencuci mayat. Para warga yang datang membantu dengan sukarela. Air dimasukkan ke dalam antang dicampur dengan bahan pewangi seperti jeruk; daun selasih; air kelapa muda; langir wakaai sejenis akar; mayang dari pinang; dan umbut teniq.
  5. Memandikan mayat yang dilakukan oleh keluarga terdekat mayat sementara yang lain memukul gong. Lalu, mayat didudukkan di atas gong, di atas kepala dibentangkan kain putih yang telah dilobangi kecil-kecil sebagai saringan waktu menjatuhkan air. Mayat dilap agar kering dan bersih lalu dikenakan pakaian, baju dan celana.
  6. Jika yang meninggal itu orang dewasa, maka dilanjutkan dengan acara doa kepada dewa sahabat, tangai tamui dan arwah leluhur agar mereka menjemput sang arwah.
  7. Mencap mayat dengan darah ayam. Ambil sepotong rotan ujungnya dibelah 4 lalu dibakar dan dicelupkan dalam darah ayam. Tempat yang dicap adalah : dahi, pelipis kanan dan kiri, sepanjang tangan, di dada, di belakang dan dipaha/kakinya.
  8. Mayat dibungkus dengan kain sampai 7 lapis, dengan bagian luar kain putih. Mayat diiikat, dagu mayat, kedua ibu jari, disatukan agar tidak renggang. Setelah itu, mayat ditutupi dengann kain lagi dan payung terbuat dari daun biru sejenis nipah.
  9. Buhur ialah tali dari kulit kayu yang dikeringkan dan dibuat delapan simpul atau ikitan. Tali itu digantungkan, lalu sambil berdoa tali itu dibakar ujung bawahnya. Kita lihat sampai mana api itu mati. Jika api mati pada simpul pertama berarti dia meninggal karena umur sudah menentukan. Bila api mati pada tingkat kedua berarti dia mati karena melanggar aturan dalam hidupnya. Bila api mati pada tingkat ketiga maka ia mati karena disihir dengan sesama manusia. Bila api mati pada tingkat keempat maka ia mati karena kepohonan. Bila api mati pada tingkat kelima maka ia mati karena dewa sahabat (tangai tamui). Bila api mati pada tingkat pada tingkat keenam maka ia mati karena dewa air yaitu juwata. Bila api mati pada tingkat ketujuh maka ia mati karena dewa jin harimau (nayuq timang). Pada tempat api mati itu tukang memohon kepada para dewa dan arwah roh leluhur menuju jalan baru dan janganlah ia lengah dijalan, sebab ditengah jalan bernama saikng serentenapm ada hantu yang suka menyesatkan, inilah tanda dari keluarga mu yaitu sebuah tali, dan alat penuntun untuk menerangi arwah dijalan.
  10. Musyawarah keluarga. Para keluarga yang telah datang bermusyawarah bersama. Tahap pertama mencari kayu untuk lungun. Biasanya para keluarga/warga desa datang siap membawa alat untuk membuat lungun yaitu tempat dari sebuah batang kayu, dilubangi dan diberi tutup dengan rapi. Kaum wanita datang membawa sumbangan berupa beras, garam dan lainnya bila ada dan bila tidak ada mereka juga datang untuk menyatakan rasa dukacita mereka yang sangat mendalam. Pekerjaan dibagi-bagi, ada yang ikut membuat lungun, ada yang tinggal dirumah membuat tangga mayat/lungun, tempat membawa lungun ke atas rumah.

Pada saat melakukan Penguburan

Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusi. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan :
  1. Penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.
  2. Penguburan di dalam peti batu (dolmen)
  3. Penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman.
Menurut tradisi suku Dayak baik tempat maupun bentuk penguburan dibedakan :
  1. Wadah (peti) mayat tetapi bukan peti mati : lungun, selokng dan kotak
  2. Wadah tulang-beluang : tempelaaq (bertiang 2) dan kererekng (bertiang 1) serta guci.
Berdasarkan tempat peletakan wadah (kuburan) :
  1. lubekng (tempat lungun)
  2. garai (tempat lungun, selokng)
  3. gur (lungun)
  4. tempelaaq dan kererekng
Pada umumnya terdapat dua tahapan penguburan:
  1. Penguburan tahap pertama (primer)
  2. Penguburan tahap kedua (sekunder).
Penguburan primer
  1. Parepm Api (Dayak Benuaq)
  2. Kenyauw (Dayak Benuaq)
Penguburan sekunder

Penguburan sekunder tidak lagi dilakukan di gua. Di hulu Sungai Bahau dan cabang-cabangnya di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kalimantan Timur, banyak dijumpai kuburan tempayan-dolmen yang merupakan peninggalan megalitik. Perkembangan terakhir, penguburan dengan menggunakan peti mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau dalam bangunan kecil dengan posisi ke arah matahari terbit.



Kesimpulan :

Suku Dayak dikenal akan kehormatannya akan budaya leluhur. Tidak peduli apa yang telah terjadi di luar sana, suku Dayak selalu menjaga budaya leluhur dengan baik dan melestarikannya.

Karena suku Dayak sangat tegas akan aturan adat, upacara kematian selalu dilakukan sesuai budaya leluhur. Walau ada yang berbeda-beda dalam pelaksanaanya, inti dan maksud dari upacara tersebut dapat tersampaikan. 

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

About

96 liner // tumblr addict

Info

this blog for assignment purpose only!